"Hari ini adalah hari ini, dan besok
adalah besok. Saya tidak merencanakan apapun. Saat ini, saya bekerja di
hotel. Mungkin, nanti saya akan membeli sebuah restaurant untuk istri
saya. Dan saya akan memasak untuknya tiap hari,"
Kutipan diatas merupakan jawaban spontan yang diberikan Thierry Le
Queau, Executive Chef Mandarin Oriental Hotel Jakarta saat menjawab
pertanyaan BeritaSatu.Com tentang hal apa yang menjadi cita-citanya
kemudian hari.
Yup, pria yang murah senyum ini memang telah bergabung dengan Hotel
Mandarin Oriental, Jakarta sejak bulan Juni 2009 yang lalu sebagai
bagian dari tim pra pembukaan. Waktu itu, dirinya menjabat sebagai chef
de cuisine untuk restoran Lyon. Soal alasan mengapa dirinya tertarik
untuk bergabung dengan Mandarin Oriental, Chef yang senang membaca buku
ini menyatakan bahwa Mandarin Oriental merupakan semacam standar atau
referensi dari binis hotel yang memiliki image mewah.
"Saya telah bekerja dalam bisnis ini selama 19 tahun, dan sekarang
Mandarin Oriental selalu menjadi referensi bagi setiap bisnis
perhotelan yang mewah. Saya merasa bangga bekerja di perusahaan yang
memiliki reputasi yang baik dan saya juga senang tinggal di Indonesia,
dimana saya selalu menginginkan untuk hidup dalam budaya Asia yang kaya
akan warisan kulinernya," kata Thierry menambahkan.
Sebelum bergabung dengan Mandarin Oriental, pria yang menyukai
jalan-jalan ke daerah pelosok ini, juga pernah tinggal dan bekerja di 4
Benua yaitu : Eropa, Amerika, Caribia dan Timur Tengah. "Saya sangat
menyukai travelling dan pernah berkeliling di beberapa benua. Oleh
karenanya, yang tersisa untuk saya eksplorasi hanyalah tinggal Asia. Dan
disinilah saya berada saat ini," ujarnya sumringah.
Pria yang senang olahraga diving ini, memulai karir kulinari sebagai
tenaga magang di Le Jardin de la Tulipe, di Brittany. Sejak masa itu,
banyak ragam pekerjaan yang dia lakukan mulai dari restoran individual,
jaringan Hotel seperti Callway Garden, Sonesta, Sofitel dan Mandarin
Oriental dengan memegang berbagai peran di Kitchen Department.
Selama berkarir, pria ini mengaku telah bekerja dengan koki-koki klasik
maupun konservatif. Meskipun begitu, dirinya tetap menggunakan beberapa
teknik baru dan produk-produknya agar masakan yang dia buat tetap
memiliki citarasa otentik.
Soal menu andalan, Chef Thierry menyatakan, dirinya tidak pernah
menyebut suatu masakan sebagai andalan, karena dirinya gemar bermain
dengan evolusi dan inspirasi.
"Biasanya, ketika saya kembali kerumah dan keadaan sangat tenang, saya
memikirkan saat-saat dimana saya mengkreasikan sebuah masakan. Saya
mencari pasangan yang tepat antara kualitas bahan makanan dengan makanan
yang sudah matang. Saya ingin mencari gaya personal saya dan memasak
dengan perasaan saya. Saya tidak ingin meniru orang lain," tambahnya
lagi.
"Saya tidak mengikuti trend makanan, dengan alasan bahwa trend akan
berubah. Saya ingin membawa apa yang saya ketahui, apa yang saya
lakukan, siapa saya dan mengiterpretasikan hal tersebut, dan
menginspirasi orang lain dibandingkan dengan keluar dan mencari
competitor lain dan berkata "oh saya melihat sesuatu yang menarik, mari
tiru mereka!,"
Chef Thierry mengaku selalu memberikan timnya keinginan untuk menjadi
yang terbaik setiap hari sekaligus membuat contoh yang baik. Selain itu,
dirinya juga selalu menanamkan rasa kesungguhan ketika memasak dengan
kemauan yang kuat dan kesabaran. Memiliki kemauan yang kuat akan sesuatu
berbarti berjuang melakukannya dalam keseharian.
"Keteguhan dan ambisi merupakan hal penting dalam segala bidang. Tapi,
terkadang menjadi manusia Anda cenderung merasa malas, terutama ketika
Anda bergantung pada 60 pasang tangan untuk mencapai hasil terbaik.
Semakin tinggi posisi Anda, maka semakin tinggi penghormatan yang Anda
dapatkan dan semakin tinggi pula ekspektasi orang terhadap Anda. Hal
ini dapat saja menjadikan Anda kurang manusiawi," katanya bersahaja.
"Kita mempunyai etos kerja yang sangat kuat. Kita mempunyai aturan -
aturan, tetapi aturan tersebut terkadang sulit untuk "dilaksanakan".
Oleh karenanya, saya lebih memilih posisi untuk "menginspirasi" agar
saya memiliki staff yang berkomitmen kepada filosofi dan budaya kita.
Ini adalah hal yang harus dilakukan untuk mencapai tingkatan
selanjutnya,".
Menurutnya menjadi seorang Chef tidak hanya memanage, memasak dengan
teknik dan menyajikan makanan; namun juga memelihara. Makanan mampu
memberikan kenangan bagi seseorang, dan merupakan suatu kebahagian bagi
seorang Chef jika pelanggan tersenyum dan senang dengan masakan yang
kami sajikan.
"Yang terpenting bagi saya adalah penghargaan kepada makanan, komitmen
kepada pelanggan serta membangun hubungan baik dengan para supplier.
Saya ingin tim saya memahami bahwa restoran yang baik, harus menyatukan
berbagai aspek. Saya ingin staff saya memiliki didikasi dan komitmen
dengan dapur juga masakan. Saya ingin memberikan contoh yang baik kepada
generasi Chef Indonesia selanjutnya, serta staff restoran lainnya,"
tambanya lagi.
(beritasatu.com)
Panjang juga ya artikelnya ? Sampai burem mata ini membacanya....hehehe
BalasHapuslike this yo...apalagi kalau ada yg traktir..mantabb ni,....bikin ngilerrrrrr.....
BalasHapus