Selasa, 24 Januari 2012

Masakan Adalah Refleksi Jati Diri Seorang Chef

"Hari ini adalah hari ini, dan besok adalah besok. Saya tidak merencanakan apapun. Saat ini, saya bekerja di hotel. Mungkin, nanti saya akan membeli sebuah restaurant untuk istri saya. Dan saya akan memasak untuknya tiap hari,"

Kutipan diatas merupakan jawaban spontan yang diberikan Thierry Le Queau, Executive Chef Mandarin Oriental Hotel Jakarta  saat menjawab pertanyaan BeritaSatu.Com tentang hal apa yang menjadi cita-citanya kemudian hari.


Yup, pria yang murah senyum ini memang telah bergabung dengan Hotel Mandarin Oriental, Jakarta sejak bulan Juni 2009 yang lalu sebagai bagian dari tim pra pembukaan. Waktu itu, dirinya menjabat sebagai chef de cuisine untuk restoran Lyon. Soal alasan mengapa dirinya tertarik untuk bergabung dengan Mandarin Oriental, Chef yang senang membaca buku ini menyatakan bahwa Mandarin Oriental merupakan semacam standar atau referensi dari binis hotel yang memiliki image mewah.  

"Saya telah bekerja dalam bisnis ini selama 19 tahun, dan sekarang Mandarin Oriental selalu menjadi referensi  bagi setiap bisnis perhotelan yang mewah. Saya merasa bangga  bekerja di perusahaan yang memiliki reputasi yang baik dan saya juga senang tinggal di Indonesia, dimana saya selalu menginginkan untuk hidup dalam budaya Asia yang kaya akan warisan kulinernya," kata Thierry menambahkan.

Sebelum bergabung dengan Mandarin Oriental, pria yang menyukai jalan-jalan ke daerah pelosok ini, juga pernah tinggal dan bekerja di 4 Benua yaitu : Eropa, Amerika, Caribia dan Timur Tengah.  "Saya sangat menyukai travelling dan pernah berkeliling di beberapa benua. Oleh karenanya, yang tersisa untuk saya eksplorasi hanyalah tinggal Asia. Dan disinilah saya berada saat ini," ujarnya sumringah.

Pria yang senang olahraga diving ini, memulai karir kulinari sebagai tenaga magang di Le Jardin de la Tulipe, di Brittany. Sejak masa itu, banyak ragam pekerjaan yang dia lakukan mulai dari restoran individual, jaringan Hotel seperti Callway Garden, Sonesta, Sofitel dan Mandarin Oriental dengan memegang berbagai peran di Kitchen Department. 

Selama berkarir, pria ini mengaku telah bekerja dengan koki-koki klasik maupun konservatif. Meskipun begitu, dirinya tetap menggunakan beberapa teknik baru dan produk-produknya agar masakan yang dia buat tetap memiliki citarasa otentik.

Soal menu andalan, Chef Thierry menyatakan, dirinya tidak pernah menyebut suatu masakan sebagai andalan, karena dirinya gemar bermain dengan evolusi dan inspirasi.

"Biasanya, ketika saya kembali kerumah dan keadaan sangat tenang, saya memikirkan saat-saat dimana saya mengkreasikan sebuah masakan. Saya mencari pasangan yang tepat antara kualitas bahan makanan dengan makanan yang sudah matang. Saya ingin mencari gaya personal saya dan memasak dengan perasaan saya. Saya tidak ingin meniru orang lain," tambahnya lagi.

"Saya tidak mengikuti trend makanan, dengan alasan bahwa trend akan berubah. Saya ingin membawa apa yang saya ketahui, apa yang saya lakukan, siapa saya dan mengiterpretasikan hal tersebut, dan menginspirasi orang lain dibandingkan dengan keluar dan mencari competitor lain dan berkata "oh saya melihat sesuatu yang menarik, mari tiru mereka!,"

Chef Thierry mengaku selalu memberikan timnya keinginan untuk menjadi yang terbaik setiap hari sekaligus membuat contoh yang baik. Selain itu, dirinya juga selalu menanamkan rasa kesungguhan ketika memasak dengan kemauan yang kuat dan kesabaran. Memiliki kemauan yang kuat akan sesuatu berbarti berjuang melakukannya dalam keseharian.

"Keteguhan dan ambisi merupakan hal penting dalam segala bidang.  Tapi, terkadang menjadi manusia Anda cenderung merasa malas, terutama ketika Anda bergantung pada 60 pasang tangan untuk mencapai hasil terbaik. Semakin tinggi  posisi Anda, maka semakin tinggi  penghormatan yang Anda dapatkan dan semakin tinggi pula ekspektasi orang terhadap Anda. Hal ini dapat saja menjadikan Anda kurang manusiawi," katanya bersahaja. 

"Kita mempunyai etos kerja yang sangat kuat. Kita mempunyai aturan - aturan, tetapi aturan tersebut terkadang sulit untuk "dilaksanakan". Oleh karenanya, saya lebih memilih posisi untuk "menginspirasi" agar saya memiliki staff yang berkomitmen kepada filosofi dan budaya kita. Ini adalah hal yang harus dilakukan untuk mencapai tingkatan selanjutnya,".

Menurutnya menjadi seorang Chef tidak hanya memanage, memasak dengan teknik dan menyajikan makanan; namun juga memelihara. Makanan mampu memberikan kenangan bagi seseorang, dan merupakan suatu kebahagian bagi seorang Chef jika pelanggan tersenyum dan senang dengan masakan yang kami sajikan.

"Yang terpenting bagi saya adalah penghargaan kepada makanan, komitmen kepada pelanggan serta membangun hubungan baik dengan para supplier. Saya ingin tim saya memahami bahwa restoran yang baik, harus menyatukan berbagai aspek. Saya ingin staff saya memiliki didikasi dan komitmen dengan dapur juga masakan. Saya ingin memberikan contoh yang baik kepada generasi Chef Indonesia selanjutnya, serta staff restoran lainnya," tambanya lagi.
(beritasatu.com)

2 komentar:

  1. Panjang juga ya artikelnya ? Sampai burem mata ini membacanya....hehehe

    BalasHapus
  2. like this yo...apalagi kalau ada yg traktir..mantabb ni,....bikin ngilerrrrrr.....

    BalasHapus